Dalam rangka meningkatkan wawasan kebangsaan dan NKRI bagi pelajar, DEMA Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung menyelenggarakan seminar dengan tema “Mewujudkan Generasi Sadar Hukum dan Taat Hukum serta Siap Bela Negara Menuju Kejayaan Negara”. Kegiatan ini dilaksanakan pada hari Senin, 8 Desember 2014, yang bertempat di Aula Utama IAIN Tulungagung. Peserta seminar terdiri dari dosen dan mahasiswa Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum serta perwakilan UKM IAIN Tulungagung, BEM Perguruan Tinggi se-eks Karisidenan Kediri, BAKESBANPOL, dan perwakilan dari OSIS SMA/MAN/SMK se-Kabupaten Tulungagung. Acara seminar ini dibuka dengan permainan perkusi dan akustik dari UKM TEATER PROTES dan Mahasiswa Hukum Keluarga Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung.
Dalam kegiatan seminar kebangsaan ini, DEMA Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung menghadirkan tiga narasumber, yaitu KAPOLRES Tulungagung (AKBP. Bastoni Purnama, S.I.K), DANDIM 0807 Tulungagung (Let. Kol. Inf. Gunawan Permadi, S.E), dan Wakil Dekan III Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum IAIN Tulungagung (H. M. Darin Arif Muallifin, SH, M.Hum), yang dipandu oleh Rahmawati, M.A (Ketua Jurusan Zakat dan Wakaf).
Pada acara pembukaan, Dekan Fakultas Syariah dan Ilmu Hukum (Dr. H. Asmawi, M.Ag) menyampaikan bahwa kegiatan seminar kebangsaan ini bertujuan untuk menggali kembali nilai-nilai keIndonesiaan yang semakin lama tergerus dan tereduksi oleh budaya globalisasi. Dengan demikian perlu adanya pencerahan kembali tentang makna kebangsaan Indonesia yang kemudian dielaborasi dengan nilai-nilai keislaman. Sambutan berikutnya dari Rektor IAIN Tulungagung (Dr. Maftukhin, M.Ag) sekaligus membuka acara seminar. Dalam sambutannya, Rektor IAIN menyampaikan bahwa IAIN Tulungagung sangatlah pantas berbicara tentang kebangsaan, karena mahasiwa IAIN berasal dari seluruh penjuru nusantara, dari Sumatra hingga Papua. Beliau juga menegaskan bahwa aspek-aspek kebangsaan/keIndonesiaan kita saat ini telah banyak terkikis oleh otonomi daerah yang semakin massif dan liberal. Oleh karena itu, mahasiswa sebagai generasi muda harus mampu menerapkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, serta harus berusaha menyatukan bangsa Indonesia yang sempat terkoyak . Tidak ada bangsa yang besar tanpa pengorbanan.
Berbicara tentang hukum, KAPOLRES Tulungagung sebagai narasumber pertama menegaskan bahwa hukum perlu dibuat untuk mengatur antara kepentingan individu dengan kepentingan individu yang lain, karena pada dasarnya manusia itu memiliki hak asasi. Apabila hak asasi itu tidak diatur maka akan bersinggungan dengan hak asasi lainnya. Dengan adanya aturan hukum dan kepatuhan terhadap hukum maka kehidupan bermasyarakat dan bernegara bisa berjalan selaras. Oleh karena itu, pemuda sebagai generasi penerus bangsa harus mengerti tentang hukum dan patuh terhadap hukum, serta mampu mengimplementasikannya dalam kehidupan sehari-hari, agar terwujud masyarakat yang tertib dan aman. Mahasiswa sebagai agen perubahan bangsa, diharapkan dapat menjadi seorang pemimpin di masa depan yang memiliki kemampuan intelektual, tangguh, memiliki budi pekerti yang luhur, serta siap membela bangsa dan Negara Indonesia. Mahasiswa harus banyak belajar dan mencari pengalaman, baik pengalaman akademik maupun organisasi.
KAPOLRES Tulungagung juga menyampaikan keprihatanannya terhadap generasi muda di Tulungagung yang seringkali tidak mematuhi aturan hukum terutama dalam berlalu lintas, yang mengakibatkan tingginya angka kecelakaan di kalangan remaja (pelajar). Kasus hukum lainnya yang banyak membelit para pemuda di Tulungagung adalah persoalan narkoba. Oleh karena itu, sebagai agen perubahan, mahasiswa harus membantu mensosialisasikan kepada keluarga dan masyarakat tentang bahaya narkoba. Pemuda harus pandai dalam memilih teman bergaul dan lingkungan yang baik, karena lingkungan itu sangat berpengaruh terhadap masa depan seseorang. Permasalahan di Tulungagung lainnya yang perlu mendapat perhatian serius adalah warung kopi dan tempat hiburan. Budaya “nyete” pada masyarakat Tulungagung banyak dijumpai di kalangan pelajar, dan yang menimbulkan kerawanan adalah para remaja “nyete” pada saat jam sekolah dan pada malam hari hingga tengah malam. Fasilitas hiburan (seperti perempuan penghibur, karaoke, dan lain-lain) yang disediakan pemilik warung kopi tentunya akan berdampak buruk terhadap perkembangan remaja. Oleh karena itu segala permasalahan remaja harus disikapi dengan baik untuk menyelamatkan generasi muda dari pengaruh globalisasi yang cenderung negatif.
Narasumber kedua, DANDIM 0807 Tulungagung, mengupas tentang “Peran Generasi Muda dalam Menghadapi Perang Proxi”. Perang Proxi adalah perang melalui berbagai aspek berbangsa dan bernegara. Dalam hal ini tidak bisa terlihat siapa lawan atau kawan. Pada umumnya pelakunya bukan Negara, tetapi dikendalikan oleh Negara. Dalam konteks Indonesia, DANDIM Tulungagung memotret terjadinya perang proxi diawali dengan lepasnya Timor Timur dari NKRI, demonstrasi buruh dimana-mana demi menuntut kesejahteraan tetapi dengan cara intimidasi, tingginya angka tawuran di kalangan pelajar, kasus narkoba, dan perbuatan kriminal lainnya yang dilakukan oleh generasi muda. Dengan demikian, peran pemuda sangat penting dan strategis dalam menjaga keamanan dan ketertiban, khususnya di wilayah Kabupaten Tulungagung. Selain hal tersebut, DANDIM Tulungagung memotret beberapa prestasi yang diraih oleh generasi bangsa. Generasi muda sebagai agen perubahan harus memiliki sifat kemandirian, militan, persaudaraan, patriotik, inovatif, kreatif, dan kepemimpinan yang konsekuen berlandaskan semangat sumpah pemuda dan semangat juang ’45.
H. M. Darin Arif Muallifin, SH, M.Hum menyampaikan wawasan hukum dengan tema memahami Konstitusi untuk Membangun Negeri: Mewujudkan Tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Beliau memaparkan tentang pranata hukum (konstitusi) di Indonesia, materi, tujuan dan fungsi konstitusi, pentingnya konstitusi dalam suatu Negara, hubungan konstitusi dengan tugas dan fungsi Negara, serta tantangan konstitusi pada masa kini. M. Darin Arif Muallifin melihat bahwa masyarakat Indonesia sampai saat ini, belum memiliki kesadaran hukum yang memadai, hal ini ditunjukkan dengan masih banyaknya perbuatan yang melanggar/melawan hukum baik yang dilakukan oleh pejabat maupun rakyat. Ironisnya, meskipun di Indonesia sudah ada lembaga penegak hukum, seperti Mahkamah Konstitusi, Komisi Pemberantas Korupsi, Komisi Yudisial, dan lain-lain, akan tetapi masih banyak dijumpai kasus penyalahgunaan wewenang atau melampaui batas kewenangan dari aparatur penegak hukum tersebut.(red)