dalam penentuan awal Bulan Hijriyah, setiap kelompok mempunyai cara atau metode yang berbeda dengan kelompok yang lainnya. Bahkan menurutnya ada kelompok yang aneh-aneh dalam menentukan awal Bulan Hijriyah, khususnya Bulan Ramadlan dan Bulan Syawal. Seperti penentuan dengan metode pasang surut air laut, metode mata batin dan metode lainnya yang telah masyhur, metode hisab, rukyat, dan imkanur rukyat. Salah satu penyebabnya dikarenakan adanya keinginan yang kuat untuk memunculkan identitas kelompoknya. Dengan metode tertentu maka kelompok tersebut akan dikenal identitasnya.
Lebih lanjut beliau juga menjelaskan bahwa penetapan awal bulan Hijriyah di Indonesia, menurut pengamatannya dipengaruhi oleh faktor politik. Seperti pada masa Menteri Agama Munawir Syadzali, Tarmidzi Taher, dan Said Aqil Husein Al Munawwar serta Suryadharma Ali awal bulan tersebut terjadi perbedaan yang sangat menonjol. Menurutnya dalam penetapan awal Ramadlan, Syawal ataupun Idul Adha pada masa itu, sangat dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan atau pun organisasi keagamaan.
Diskusi ini dilanjutkan dengan penyampaian komentar dan tanya jawab dari peserta Diskusi. Terutama mengenai hal mengapa di Indonesia masih banyak perbedaan dan mengapa pemateri menganalisa dari segi politik serta apa upaya pemerintah sebagai pemegang kebijakan. Merespon hal ini beliau menyampaikan bahwa pendekatan normatif dalam menganalisa metode penentuan awal bulan hijriyah di Indonesia kurang tepat. Karena pendekatan normatif kurang mampu melihat motif suatu kelompok untuk berbeda. karena itulah pendekatan ilmu-ilmu sosial seperti politik dan sejarah diperlukan agar mampu mencari akar perbedaan yang sebenarnya. Bahkan beliaua dalam candaannya, andaikan menjadi Menteri Agama dan yang harus dilakukan oleh semua orang adalah toleransi. Karena toleransi merupakan solusi atas berbagai perbedaan yang muncul dalam penentuan awal bulan Hijriyah di Indonesia.