Hadir dalam kegiatan tersebut Rektor UIN Satu Tulungagung Prof Maftukhin, Ketua Bawaslu RI Abhan sebagai Narasumber dan perwakilan mahasiswa Fasih UIN Satu. Dalam prolognya, Abhan menyampaikan bahwa ini adalah sebuah pilihan bangsa Indonesia untuk memilih para pemimpinnya secara langsung, maka seluruh pemilihan umum (Pemilu) dilaksanakan dengan secara langsung. Untuk bisa Pemilu ini bisa berjalan dengan langsung umum bebas rahasia jujur dan adil atau yang disebut luber dan jurdil maka ada undang-undang atau norma hukum dan ada pula penyelenggara. Disampaikan oleh Abhan, penyelenggara pemilu di Indonesia adalah Komisi Pemilihan Umum (KPU). Namun dalam kerjanya supaya tidak abuse of power maka ada namanya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) yang bertugas untuk mengawasi KPU. Tidak hanya itu, ada satu lagi lembaga yang menjadi bagian dari penyelenggara Pemilu ada yang disebut dengan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.“Jadi kalau KPU, Bawaslunya kemudian bekerja tidak profesional, tidak independen, melanggar etik dari penyelenggara maka bisa diadili oleh DKPP ini. Sanksinya adalah pemberhentian tidak hormat,” terang Abhan.
Menurut Abhan, maka luar biasa bagaimana komitmen bangsa Indonesia untuk menciptakan demokrasi yang bersih, luber dan jurdil serta berintegritas yang nantinya melahirkan pemimpin-pemimpin yang amanah itu ada tiga lembaga. Dan ini di negara lain tidak ada.
Di bagian lain, Abhan menjelaskan bahwa ada empat elemen kunci suksesnya penyelenggaraan pemilihan yang berdemokratis dan berintegritas antara lain stakeholders yang terkait, penyelenggara, peserta dan masyarakat/pemilih. Jika dari empat elemen tersebut melaksanakan fungsinya dengan baik dan tidak melanggar norma hukum yang berlaku maka kemungkinan besar pemilu yang luber dan jurdil bisa terwujud.
Namun, Abhan juga menyebutkan bahwasanya banyak tantangan untuk mewujudkan hal tersebut. Adapun tantangan pada pemilu/pemilihan yang pernah ditemukan antara lain: mahar politik, politik uang, netralitas ASN, isu SARA/Hoax, dinasti politik/oligarki, penyalahgunaan kewenangan dan anggaran serta sumbangan donatur/aliran dana kampanye pasangan calon kepala daerah dan wakil kepala daerah.
Dalam hal tersebut Abhan mencontohkan beberapa kasus operasi tangkap tangan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terhadap kepala daerah terpilih. Dia menduga salah satu pemicu hal ini adalah adanya kesalahan proses politik, dalam hal ini pembiayaan dalam mengikuti pemilihan mulai dari biaya kampanye hingga kemungkinan adanya money politics. Dalam hal ini dia mencoba mencotohkan dengan mengkalkulasi honor seorang kepala daerah yang jauh lebih kecil daripada biaya dalam proses politiknya.
Kira-kira yang terjadi masih kata Abhan, jika kepala daerah tersebut terpilih, tidak bisa lagi berfikir tentang rakyat. Yang difikir mungkin pertama adalah mengembalikan moda, kedua mencari untung, yang ketiga untuk mencari modal untuk pencalonan yang kedua. Lalu bagaimana mereka bisa berfikir untuk pendidikan gratis, jalan baik, pertanian baik dan sebagainya.
“Maka ini berpulang dari seluruh masyarakat sebagai yang punya hal pilih. Apakah setiap event politik, setiap pemilu kita tergiur dengan persoalan politik uang. Jangan gadaikan masa depan lima tahun hanya karena politik uang yang seratus ribu sampai besar-besarnya satu juta dan sebagainya. Ini saya kira membutuhkan gerakan kultural dari masyarakat dan kami berharap mahasiswa harus menjadi pionir di sana,” kata Abhan disambut tepuk tangan dari segenap yang hadir.
Sebelumnya, Rektor UIN SATU Tulungagung, Prof. Dr. Maftukhin, M.Ag. dalam sambutannya saat membuka acara tersebut mengatakan bahwa pemilihan umum adalah merupakan bentuk pengganti dalam penentuan seorang pemimpin. Di zaman kerajaan dulu, dia menyebutkan banyak kejadian pergantian penguasa yang menumpahkan darah yang mana penguasa pengganti terlebih dahulu membunuh penguasa sebelumnya.
Karena itu, kata Rektor, sekarang menjadi tugas para akademisi, para mahasiswa, para dosen dan orang-orang yang waras mari kita bersama-sama pergantian pemimpin itu dilakukan secara wajar tanpa ada darah satu pun yang tertumpah. Itulah manusia modern.
“Kalau misalkan ada pilkades sampai selesai pilihan sampai ganti kepala desa tetep bentrok terus, pemilihan pilkada bentrok terus, itu berarti sebetulnya kita masih menjadi orang-orang primitif,” kata Rektor.
Oleh karena itu Rektor berharap supaya para mahasiswa bisa memberikan advokasi, edukasi kepada masyarakat bahwa pemilihan adalah sesuatu yang wajar sama juga mahasiswa memilih temannya sendiri ketika memilih DEMA dan SEMA.
Acara kuliah umum bersama Bawaslu RI tersebut ditutup dengan penandatanganan Memorandum of Understanding atau Nota Kesepahaman antara Bawaslu RI dengan UIN SATU Tulungagung terkait dengan Tri Dharma Perguruan Tinggi serta penyerahan piagam kepada Ketua Bawaslu RI selaku narasumber. Kuliah umum ini selengkapnya dapat diikuti di Channel Youtube SATU Televisi UIN SATU Tulungagung.