SEMINAR NASIONAL DAN DIKLAT EKONOMI ISLAM

Pada hari Kamis, 11 Desember 2014 bertempat di Auditorium Gedung Rektorat lt.3 IAIN Tulungagung, telah diselenggarakan Seminar Nasional dan Diklat Ekonomi Islam, dengan tema “Problematika Ekonomi Syariah dalam Kajian Teoritis dan Praktis”, oleh Himpunan Mahasiswa Jurusan Hukum Ekonomi Syariah. Acara tersebut terbagi dalam dua sesi. Sesi pertama adalah Seminar Nasional dengan narasumber antara lain, Ali Sakti, SE., M.Ec., selaku Junior Researcher Bank Indonesia, dan Kutbuddin Aibak, M.H.I, selaku Pengurus DPD IAEI Tulungagung. Dalam seminar  tersebut, Ali Sakti mendapat kesempatan pertama untuk menyampaikan materi terkait tema yang diambil.

Ali Sakti memaparkan filosofi dasar ekonomi Islam terdiri ada tiga unsur, diantaranya adalah Akidah, Akhlak, dan Syariah. Dia membandingkan antara dua kiblat, yakni ekonomi konvensional dan ekonomi Islam. Mula-mula dijelaskan inti dari ekonomi konvensional adalah bagaimana memperoleh keuntungan sebesar-besarnya, namun mengabaikan proses memperoleh keuntungan tersebut. Selain itu, selain itu hasrat dalam diri pelaku ekonomi konvensional  yang begitu besar turut berperan dalam proses memperoleh keuntungan tersebut.

Lain halnya dengan Ekonomi Islam, didalamnya, aspek moral keagamaan serta Ibadah menjadi titik sentral dalam proses memperoleh keuntungan. Artinya setiap hasil yang diperolah atas usaha yang dilakukan harus terbebas dari unsur-unsur yang dilarang, dalam hal ini adalah unsur haram.

Selain itu Ali Sakti juga menyinggung Sumber Daya Manusia, khususnya dalam perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Ada ketidakseimbangan antara teori yang didapat, dengan praktik  ekonomi Islam di Indonesia. Bagi kalangan mahasiswa, khususnya, sebagai penerus para pelopor ekonomi Islam dimasa mendatang, harus ditingkatkan minat baca terhadap buku-buku ekonomi Islam, serta terus meng-update­ perkembangan ekonomi Islam, sebagai tambahan wawasan tentang ekonomi Islam. Ketika para penerus ini sudah mumpuni dalam segi teori, barulah diaplikasikan dalam praktik, entah itu di lembaga keuangan (bank dan non-bank), maupun menjadi sosialisator bagi penerus berikutnya. Inilah sebenarnya yang menjadi jawaban dari tema yang diambil dalam seminar nasional tersebut.

Sementara itu, narasumber kedua, Kutbuddin Aibak menambahkan pemaparan dari narasumber pertama.Tidak jauh berbeda dengan pemaparan Ali Sakti, beliau menekankan bahwasanya ekonomi Islam merupakan tatanan kegiatan ekonomi manusia yang diatur dengan prinsip ilahiyah. Harta yang dimiliki manusia semata-mata hanayalah titipan dari Allah swt, yang kelak akan dipertanggungjawabkan dihari penghakiman. Kekuatan penggerak dalam ekonomi Islam adalah adanya interaksi serta kerja sama antar pelakunya.

Ekonomi Islam, lanjutnya, juga menolak adanya akumulasi harta pada segelintir orang saja, artinya harta yang dimiliki harus terbagi merata, agar tidak terjadi kesenjangan diantara masyarakat muslim. Pemerataan harta bisa melalui berbagai sektor, diantaranya melalui zakat, infaq, shadaqah, wakaf, maupun sektor lain yang sesuai dengan prinsip Islam, dan tentunya terbebas dari unsur-unsur haram, semacam riba.

Nilai-nilai dalam sistem ekonomi Islam terdiri atas nilai dasar, nilai instrumental, nilai filosofis, serta nilai normatif. Nilai dasar, mengatur masalah hakikat kepemilikan adalah kemanfaatan, bukan penguasaan. Nilai instrumental mengatur tentang kewajiban zakat bagi yang mampu dan juga pelarangan riba dalam segala aktivitas ekonomi. Nilai filosofis, artinya perkembangan ekonomi Islam berlangsung terus menerus mengikuti perkembangan zaman. Nilai normatif, ekonomi Islam harus berlandaskan pada akidah, akhlak, maupun syariah.

Sejatinya perkembangan perbankan syariah di Indonesia dimulai pada tahun 1990 dengan adanya lokakarya MUI, kemudian di tahun-tahun berikutnya mulailah terbentuk Bank Muamalat Indonesia, Badan Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Kendala yang dihadapi dalam perkembangan perbankan syariah di Indonesia adalah minimnya para pakar yang bergerak dalam ekonomi syariah, sehingga untuk proses sosialisasi ekonoi syariah menjadi terhambat.

Namun, melihat perkembangan saat ini, khususnya di tingkat perguruan tinggi, sudah banyak yang membuka jurusan terkait ekonomi syariah. Ini juga dapat membantu proses pertumbuhan ekonomi syariah di Iindonesia. Semoga kedepannya akan semakin berkembang ekonomi syariah di Indonesia.

Demikian tadi pemaparan kedua narasumber dalam Seminar Nasional dengan mengangkat tema “Problematika Ekonomi Syariah dalam kajian Teoritis dan Praktis”, dilanjutkan sesi berikutnya adalah Diklat Ekonomi Islam, yang akan dipandu oleh Maltufullah Mu’asyir, mahasiswa semester tujuh di Universitas Negeri Malang, dia juga menjabat sebagai Majelis Pertimbangan Fossei.

Pada sesi ini, peserta akan diajak untuk lebih mengenal Fossei, sebuah organisasi yang bergerak dalam proses perkembangan ekonomi Islam di Indonesia. Selain itu peserta dirangsang untuk ikut terjun dalam dunia Fossei tersebut. Hal ini sebagai upaya peningkatan kualitas mahasiswa dalam dunia ekonomi Islam, dan berharap kedepannya dapat berguna baik dalam kampus maupun diluar kampus.